Rabu, 30 November 2016

Kebijakan dan Anggaran Kesehatan Sakit

Kesehatan adalah suatu kondisi yang jauh dari kesakitan, penyakit, dan kematian”. Prof. DR. Dr. H. Rusli Ngatimin, M.PH

Berangkat dari teori kesehatan yang di pinjam dalam sebuah buku Ilmu dan Seni karangan Rusli Ngatimin dan juga didukung oleh: “Kehadiran Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai payung hukum, jelas memiliki nilai sangat urgen bagi masyarakat yang mendambakan keadilan di bidang Kesehatan. Keberadaan beleid ini menjadi landasan seiring dengan tingkat kesadaran masyarakat Indonesia akan arti pentingnya kesehatan. Undang-Undang Nomor 36/2009 ini merupakan pengganti dari UU Nomor 23 Tahun 1992 yang sudah bertahan untuk diaplikasikan di lapangan selama 17 tahun.  Tentu saja, pembaharuan-pembaharuan pun dilakukan di sana-sini. Apalagi, kini masyarakat kian cerdas, yang bisa melihat kenyataan kesehatan sekarang maka substansi atau isi undang-undang tersebut akan disikapi secara krisis oleh masyarakat demi kebutuhan kesehatan yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri”. (baca: Undang-Undang R.I tentang kesehatan). 
Kesehatan tidak membutuhkan banyak teori untuk membuat masyarakat yang sakit harus sehat dan yang sehat tetap sehat, kesehatan juga di dukung oleh beberapa faktor yakni: lingkungan, perilaku, politik, ekonomi, pelayanan kesehatan, keturunan, anggaran, dan kebijakan. Apa bila tidak di dukung oleh beberapa faktor yang telah tercatat di atas maka jangan bermimpi untuk menyehatkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, lihat saja beberapa program pemerintah dari orde ke orde bahkan masa ke masa tak tercapai seperti yang di harapkan bersama, hanya beberapa persen saja. 
Kita tahu bersama bahwa: setiap kali pengesahan APBN dan APBD. Sektor kesehatan tak pernah ketinggalan untuk di alokasikan anggaran, bahkan anggarannya cukup melangit, akan tetapi setiap tahun selalu saja bangsa Indonesia mengalami masalah dari sektor kesehatan bahkan itu meningkat setiap tahun. Padahal Undang-Undang kesehatan di Indonesia selalu di revisi. “Indonesia telah memiliki sistem kesehatan sejak 1982 melalui sistem kesehatan Nasional. Dikenal dengan nama sistem kesehatan Nasional (SKN), yang di tetapkan dengan keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 sebagai pengganti SKN Tahun 1982 yang sudah tidak relevan akibat perubahan iklim politik di Indonesia”. (baca: Sistem Kesehatan, Wiku Adisasmito). 
Kebijakan dan anggaran menjadi acuhan terjadinya masalah kesehatan di Indonesia dari pusat ke daerah-daerah bahkan ke pedesaan. Mengapa tidak? Anggaran kesehatan yang di alokasikan lewat APBN ke propinsi sebanyak 20% ternyata semuanya tidak  masuk  secara keseluruhan dalam kas propinsi. Ini menandakan bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani masalah kesehatan, bisa jadi pemerintah mengalami sakit secara mental yang mengakibatkan jiwa mereka terganggu (sakit jiwa). Akibat dari tingkat keseriusan pemerintah dalam melihat masalah kesehatan masih terlalu rendah. 
Dalam kajian kesehatan disebut dengan Anatomi: struktur tubuh manusia tersusun rapi, jika ada salah satu tubuh manusia yang cacat akan mempengaruhi kondisi tubuh manusia yang lain. Lihat saja akhir-akhir ini media cetak harian Maluku Utara sering kali memberitakan masalah kesehatan yang terjadi di Maluku Utara dari yang gizi buruk, sakit jiwa, dan HIV/AIDS, dan itu tak membutuhkan waktu lama untuk meningkat, seharusnya ini menjadi cerminan kita semua untuk melihat realitas kesehatan yang terjadi sekarang di propinsi yang kita cintai bersama ini. 
Tak seharusnya kita selalu menyalahkan kebijakan pemerintah, karena kebijakan pemerintah sifatnya relatif bukan mutlak. Namun ini sudah menjadi tanggung jawab pemerintah setempat untuk menangani masalah kesehatan dalam hal kebijakan dan anggaran karena sesuai dengan tupoksi mereka yang masuk sistem. Tidak mungkin kita menyalahkan masyarakat di balik carut-marut masalah kesehatan daerah ini, masyarakat hanyalah penanggung akibat dari kebijakan yang di lakukan oleh pemerintah. Bukankah begitu? 
Sudah saatnya kita bersama-sama untuk mengatasi masalah kesehatan di propinsi Maluku Utara, dari pemerintah mengawal anggaran kesehatan agar tidak salah di gunakan dan  disalurkan, dan masyarakat menjaga kondisi lingkungan setempat guna melestarikan budaya hidup sehat, menjaga kondisi sehat tetap sehat dan bila perlu selalu sehat. Memacu pada undang-undang rebublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 pasal 1: Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 
Penyelenggaraan upaya kesehatan kurang menyeluruh, tidak terpadu dan belum berkelanjutan. Pelaksanaan rujukan kesehatan dan medis belum efektif. Bahkan terdapat kecenderungan terjadinya disintegrasi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Peran pemerintah dan masyarakat dalam pengelenggaraan upaya kesehatan belum optimal. Pembagian tugas dan tanggung jawab pengelenggaraan upaya masyarakat dan upaya kesehatan perorangan belum jelas. Mutu, pemerataan dan keterjangkauan upaya kesehatan masih belum optimal. Perhatian pada masyarakat miskin, rendah, dan berisiko tinggi masih terbatas. 
Bagaimana jadinya ketika propinsi yang memiliki puluhan pulau ini hanya mengandalkan dokter yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan juta-an masyarakat Maluku Utara, di tambah lagi kurangnya tenaga medis pada dataran pedesaan. Ini semua tidak menjamin efektif-nya pelayanan kesehatan di Propinsi Maluku Utara. Tidak bisa di bayangkan apa bila ini terus-menerus berjalan seperti sekarang, maka 5 atau 10 tahun ke-depan bisa jadi Maluku Utara akan manjadi Propinsi ter-sakit urutan pertama di Indonesia. Semoga kita semua sadar akan pentingnya kesehatan untuk keberlangsungan hidup. Salam Sehat (*).

0 komentar:

Posting Komentar